Hipertensi adalah penyakit yang disebabkan oleh tingginya tekanan darah dengan nilai tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Obat hipertensi sangat dibutuhkan bagi penderitanya.
Hipertensi dapat memicu komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, serta penyakit ginjal.
Oleh sebab itu, obat hipertensi sangat diperlukan untuk mengatasi penyakit tersebut selain perubahan gaya hidup dengan diet rendah garam dan olah raga.
Data Kasus Hipertensi Nasional dan Internasional
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) populasi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1%.
Data menunjukan bahwa populasi penderita hipertensi di Indonesia pada tahun 2018 mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2013, yaitu sebesar 25,8%.
Riskesdas juga memperkirakan hanya terdapat 1/3 kasus hipertensi di Indonesia yang terdiagnosis, sementara sisanya tidak terdiagnosis.
WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa jumlah kasus hipertensi pada tahun 2015 sebanyak 1,13 miliar orang di seluruh dunia
WHO memperkirakan bahwa kasus hipertensi pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan menjadi 1,5 miliar.
WHO juga menyebutkan bahwa terdapat 10,44 juta orang yang meninggal akibat tekanan darah tinggi setiap tahunnya.
Semakin tinggi tekanan darah, semakin besar pula angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh hipertensi.
Sobat Pintar, dari sini kita dapat simpulkan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang serius dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak dikendalikan
Oleh karena itu, Sobat Pintar yang menderita hipertensi perlu konsultasi secara rutin ke dokter. Dokter biasanya akan memberikan resep obat-obatan hipertensi untuk menurunkan tekanan darah kembali normal.
Obat Hipertensi
Sebelum kamu mengenal lebih lanjut tentang obat antihipertensi, kamu perlu mengetahui bahwa obat antihipertensi memiliki banyak golongan dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda.
Obat-obatan ini tidak boleh dikonsumsi sembarangan Sobat Pintar, kamu harus konsultasi terlebih dahulu dengan Dokter, yang dapat kamu konsultasikan melalui aplikasi SmartRSCM. Berikut ini adalah 10 jenis obat antihipertensi yang perlu kamu ketahui!
1. Diuretik
Cara kerja obat golongan ini ialah membuang air dan garam (Natrium) yang berlebihan di dalam tubuh melalui air seni/ urine. Jumlah cairan dan garam natrium yang tinggi merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi.
Setiap obat pasti memiliki efek samping, kan? Sama halnya dengan obat diuretik ini.
Obat hipertensi ini memiliki efek samping yaitu sering buang air kecil, kelelahan, kram otot, lesu, nyeri dada, pusing, sakit kepala, serta sakit perut.
Diuretik memiliki beberapa jenis yaitu:
-
Diuretik Loop
Diuretik loop bekerja dengan cara menghambat penyerapan garam natrium, klorida dan kalium melalui penghambatan pada enzim Na-K-2Cl transporter di ginjal yang mengakibatkan zat-zat tersebut dan air akan dibuang melalui urine.
Obat ini biasanya menjadi pilihan pada kondisi kelebihan cairan di dalam tubuh seperti pada penderita gagal jantung maupun gagal ginjal.
Terdapat beberapa jenis obat golongan diuretik loop, seperti furosemide, torsemide, dan bumetanide.
-
Tiazid
Tiazid merupakan obat yang paling sering digunakan pada penderita hipertensi.
Cara kerja obat ini yaitu meningkatkan pembuangan natrium, klorida dan air melalui penghambatan pada kanal natrium klorida di ginjal
Selain itu, diuretik tiazid juga menghambat vasokontriksi (penyempitan) pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi kendur, dan dapat menurunkan tekanan darah.
Jenis golongan obat yang satu ini adalah thiazid, indapamide, dan hydrochlorothiazide.
-
Diuretik Hemat Kalium
Jenis diuretik yang satu ini mempunyai efek yang paling lemah di antara yang lain. Oleh sebab itu direkomendasikan untuk mengkonsumsi obat jenis ini dengan jenis diuretik loop dan tiazid.
Diuretik hemat kalium bekerja dengan cara menghambat kanal natrium/ kalium di ginjal sehingga mencegah penyerapan natrium dan meningkatkan penyerapan kalium dan menyebabkan natrium akan dibuang melalui urine.
Adapun contoh jenis obatnya adalah amiloride, triamterene, eplerenone, dan spironolactone.
2. Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACE Inhibitor)
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor adalah obat yang membantu mengendurkan pembuluh darah untuk menurunkan tekanan darah.
Obat ini bekerja dengan menghambat ACE yang berperan dalam produksi angiotensin II, zat yang menyempitkan pembuluh darah.
Penyempitan pembuluh darah dapat menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi dan memaksa jantung bekerja lebih keras. Angiotensin II juga melepaskan hormon yang meningkatkan tekanan darah.
Oleh karena itu, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor) diperlukan untuk menghambat terbentuknya Angiotensin II.
Jenis obat antihipertensi ini diantaranya yaitu benazepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinopril, perindopril, ramipril, trandolapril, quinapril, dan moexipril.
Efek samping obat ini diantaranya batuk kering, kelemahan, pusing atau sakit kepala, dan peningkatan kadar kalium darah. Obat ini juga tidak dapat diberikan pada ibu hamil.
3. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)
obat antihipertensi ini bekerja dengan cara menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga Angiotensin II tidak dapat bekerja.
Dengan konsumsi obat tersebut, pembuluh darah akan melebar dan jantung lebih mudah dalam memompa darah, sehingga tekanan darah akan turun.
Jenis obat hipertensi ini ada candesartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, telmisartan, valsartan, dan azilsartan medoxomil.
Efek samping obat ini diantaranya peningkatan kadar kalium darah, pusing, dan pembengkakan pada kulit atau selaput lendir.
Oleh karena sama-sama bekerja pada sistem renin-angiotensin-aldosteron, ARB tidak boleh diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan Direct-Renin Inhibitor begitupula sebaliknya.
4. Calcium Channel Blocker (CCB)
Jenis obat antihipertensi ini bekerja dengan menghambat aktivitas kalsium ataupun menghambat aliran kalsium ke dalam otot jantung dan dinding pembuluh darah arteri.
Tingginya aktivitas kalsium dapat merangsang jantung berkontraksi lebih kuat dan menyempitkan pembuluh darah arteri (vasokonstriksi). Kedua hal ini akan menyebabkan tidak terkendalinya pembuluh darah.
Dengan menghambat kalsium, obat ini memungkinkan denyut jantung menjadi turun, dan pembuluh darah menjadi kendur dan terbuka, sehingga tekanan darah dapat turun dan stabil.
Selain menurunkan tekanan darah, beberapa obat golongan ini dapat digunakan untuk mengontrol denyut jantung yang tidak teratur dan meredakan nyeri dada.
Jenis obat antihipertensi ini yaitu amlodipine, diltiazem, felodipine, isradipine, nicardipine, nimodipine, nisoldipine, dan verapamil.
Beberapa efek samping yang dapat muncul diantaranya konstipasi (sulit buang air besar), pusing, kelemahan, mual, dan bengkak pada kedua tungkai.
5. Penyekat Beta
Penyekat beta atau penyekat beta-adrenergik adalah obat antihipertensi yang bekerja dengan menghalangi efek hormon adrenalin. Hormon ini berperan dalam meningkatkan tekanan darah melalui penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi) dan peningkatan denyut jantung.
Dengan menghambat efek adrenalin, jantung akan berdenyut lebih lambat atau kerja jantung akan menurun dan pembuluh darah menjadi kendur, sehingga tekanan darah dapat turun.
Beberapa penyekat beta bekerja terutama di jantung, sementara yang lain di jantung dan pembuluh darah. Obat ini bukanlah obat pilihan pertama untuk semua penderita hipertensi. Dokter akan memilih obat mana yang terbaik untuk Sobat Pintar berdasarkan kondisi kesehatan kamu.
terdapat 3 golongan penyekat beta, yang mana masing-masing golongan mempunyai jenis obat yang berbeda-beda, yaitu:
-
Penghambat Beta Selektif
- Atenolol
- Acebutolol
- Betaxolol
- Bisoprolol
- Metoprolol
-
Penghambat Beta Nonselektif
- Nadolol
- Propranolol
- Sotalol
- Timolol
-
Penghambat Beta Generasi Ketiga
- Carvedilol
- Labetalol
- Nebivolol
Efek samping yang dapat ditemui adalah telapak tangan dan kaki terasa dingin, kelemahan, dan peningkatan berat badan.
6. Penyekat Alfa
Obat antihipertensi ini bekerja dengan cara menghambat kerja hormon norepinefrin yang berperan dalam mengencangkan otot-otot di dinding arteri dan vena.
Hal tersebut mengakibatkan pembuluh darah akan menjadi rileks dan terbuka, sehingga meningkatkan aliran darah dan menurunkan tekanan darah.
Penyekat alfa juga memiliki efek mengendurkan otot lain selain otot pembuluh darah. Oleh karena itu, obat ini juga dapat membantu meningkatkan aliran urine pada pria usia lanjut dengan masalah prostat.
Jenis obat hipertensi ini terdiri dari alfuzosin, doxazosin, indoramin, prazosin, dan tamsulosin.
Efek samping yang dapat terjadi adalah pusing, sakit kepala, berdebar-debar, dan kelemahan. Seperti halnya penyekat beta, obat golongan ini bukanlah obat pilihan pertama untuk semua penderita hipertensi.
7. Direct Renin Inhibitor (DRI)
Direct Renin Inhibitor (DRI) bekerja dengan cara menghambat produksi enzim renin. Perlu kamu ketahui, renin d diproduksi oleh ginjal, beperan dalam meningkatkan tekanan darah dengan menahan air dan natrium dalam tubuh.
Obat ini bekerja dengan mengikat dan menghambat renin secara langsung, sehingga mencegah perubahan hormon yang bertanggung jawab untuk meningkatkan tekanan darah. Sebagai akibatnya, pembuluh darah menjadi kendur, volume darah menurun, dan aktivitas simpatik juga menurun, sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat antihipertensi ini ialah aliskiren (tekturna).
Efek samping yang dapat terjadi adalah mual, muntah, diare, pusing, peningkatan kadar kalium dan asam urat darah.
8. Nitrat
Nitrat akan diubah menjadi oksida nitrat yang dapat menyebabkan relaksasi otot polos termasuk otot dinding pembuluh darah, sehingga terjadi pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi). Akibatnya beban kerja jantung akan berkurang dan tekanan darah pun akan menurun.
Golongan obat hipertensi ini memiliki beberapa jenis yaitu nitrogliserin, isosorbide mononitrate, minoxidil, dan fenoldopam.
Nitrat bukanlah obat pilihan pertama untuk semua penderita hipertensi. Efek samping yang dapat timbul saat mengonsumsi obat ini adalah pusing dan hipotensi.
9. Agonis Reseptor Alpha-2
Agonis alfa-2 atau agonis adrenoseptor alfa-2 adalah salah satu jenis obat antihipertensi yang bekerja dengan merangsang reseptor adrenoseptor alfa-2 di sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang).
Reseptor alfa-2 ditemukan pada sel-sel dalam sistem saraf simpatik. Sistem saraf simpatik adalah bagian dari sistem saraf yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah.
Ketika reseptor alfa-2 distimulasi, terjadi hambatan pada pelepasan nor-epinefrin yang merupakan senyawa yang berperan dalam aktivitas sistem saraf simpatis, sehingga terjadi penurunan aktivitas simpatik. Penurunan aktivitas simpatis ini menyebabkan pelebaran pembuluh darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Contoh obat yang satu ini adalah metildopa, dan clonidine.
10. Central-acting Agents
Obat antihipertensi ini bekerja dengan cara mencegah otak mengirim sinyal ke sistem saraf untuk mempercepat denyut jantung dan menyempitkan pembuluh darah.
Akibatnya, pembuluh darah akan melebar dan jantung tidak harus bekerja keras memompa darah sehingga tekanan darah dapat turun.
Contoh jenis obat antihipertensi golongan ini adalah clonidine, guanabenz, guanfacine, dan methyldopa.
Kapan Harus ke Dokter?
Karena nilai tekanan darah yang berubah-ubah setiap saat, Sobat Pintar perlu memeriksakan tekanan darah secara rutin setiap dua tahun dimulai saat usia 18 tahun.
Jika kamu mempunyai riwayat tekanan darah tinggi atau kamu yang berusia 40 tahun lebih, dan berusia 18 hingga 39 tahun, sebaiknya meminta dokter untuk cek tekanan darah rutin setiap tahun.
Bingung harus mulai dari mana? Tenang saja, SiapDOK hadir untuk membantu kamu untuk konsultasi terkait dengan keluhan yang kamu rasakan.
Kamu cukup download aplikasi SmartRSCM di smartphone-mu yang tersedia di App Store dan Play Store dan masalah kamu akan terata.
(Arya Saputra S)
Ditinjau oleh: dr. Vinandia Irvianita Poespitasari, SpPD
Referensi:
Kemenkes RI. Hipertensi penyakit paling banyak diidap masyarakat. Diakses pada 2022
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019.
WHO. Guidelines for the pharmacological treatment of hypertension in adult. 2021
Katzung Basic and Clinical Pharmacology.